Tambang Emas Ilegal Buyandi Diduga Dilindungi “Orang Kuat”, Hukum Tak Bertaji?
Boltim –
sibernasionalnews.com-
Gunung yang dulu hijau, kini hancur. Sungai yang jernih, kini tercemar. Begitulah potret suram yang dialami masyarakat Desa Buyandi, Kabupaten Bolaang Mongondow Timur (Boltim), Sulawesi Utara. Di balik kerusakan itu, berdiri kokoh aktivitas Pertambangan Tanpa Izin (PETI) yang diduga dijalankan oleh jaringan kuat dan tak tersentuh hukum.
Meski media berkali-kali menyorot kasus ini, hingga kini tak ada langkah tegas dari aparat penegak hukum. Padahal, wilayah tersebut jelas berada dalam teritorial hukum Polres Boltim. Pertanyaannya: mengapa hukum seolah tumpul di Buyandi?
Bos Besar di Balik PETI: Icat Lineleyan
Dari hasil penelusuran tim investigasi, nama Icat Lineleyan mencuat sebagai aktor kunci. Ia disebut-sebut sebagai “bos emas” yang mengendalikan operasi PETI di Buyandi. Alat-alat berat dikerahkan tanpa hambatan, seolah-olah seluruh aparat sudah kehilangan daya cegah.
Warga yang menjadi narasumber mengatakan:
“Kalau tidak ada orang besar yang melindungi, mana mungkin alat berat bisa keluar-masuk bebas begitu saja. Ini sudah jelas ada backing kuat,” ujar seorang warga yang enggan disebutkan namanya.
Dugaan Ada Oknum “Bintang dan Bunga”
Lebih jauh, masyarakat menduga adanya oknum aparat dengan pangkat bintang hingga bunga yang ikut bermain di balik layar. Dugaan ini diperkuat dengan fakta bahwa sejak lama kegiatan PETI Buyandi tidak pernah tersentuh razia.
Padahal, sesuai hukum yang berlaku:
UU Minerba Pasal 35 mengancam 5 tahun penjara + denda Rp100 miliar.
UU No. 18 Tahun 2013 tentang Perusakan Hutan mengancam 15 tahun penjara + denda Rp100 miliar.
Namun, kenyataannya tak satu pun pelaku dijerat hukum.
Kerusakan Lingkungan yang Mengancam Nyawa
Kerusakan akibat PETI bukan sekadar soal hutan gundul. Limbah beracun dari proses pengolahan emas kini kerap hanyut bersama air hujan, bermuara ke sungai desa.
Sungai inilah yang selama ini menjadi sumber kehidupan warga: untuk mandi, mencuci, memberi minum ternak, bahkan kebutuhan air sehari-hari. Jika limbah itu mencemari air, bencana ekologis tinggal menunggu waktu.
“Kami sangat takut air ini beracun. Kalau ternak mati, kalau anak-anak sakit, siapa yang tanggung jawab?” keluh warga Buyandi.
Jaringan Ekonomi Ilegal
Selain merusak lingkungan, kegiatan PETI ini juga menimbulkan rente ekonomi ilegal. Dari catatan investigasi, emas hasil tambang Buyandi tidak masuk ke kas negara, melainkan mengalir ke kantong pribadi kelompok tertentu. Diduga, sebagian keuntungan digunakan untuk melicinkan jalannya operasi melalui oknum yang memberi perlindungan.
Desakan Warga: Kapolri Harus Turun Tangan
Kini, warga Buyandi tak lagi percaya pada janji-janji lokal. Mereka meminta Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, Kapolda Sulut Irjen Pol Roycke Harri Langie, hingga Kapolres Boltim AKBP Golfried Hasiholand untuk membuktikan ketegasan hukum.
Jika dibiarkan, Buyandi bisa menjadi contoh telanjang bahwa mafia tambang emas bisa berdiri lebih kuat daripada hukum negara.
Pertanyaan Tajam untuk Aparat
Mengapa aktivitas PETI yang terang-terangan merusak lingkungan dibiarkan?
Siapa oknum “kuat” yang memberi perlindungan?
Apakah hukum hanya tajam ke bawah, tapi tumpul ke atas.
Investigasi ini menyisakan satu kesimpulan pahit:
Tambang emas ilegal Buyandi bukan sekadar kejahatan lingkungan, melainkan cermin gelap lemahnya penegakan hukum di Sulawesi Utara.
Masyarakat kini menunggu: beranikah negara menutup tambang ini, atau justru membiarkan mafia emas Buyandi terus merajalela?
(DF)