Karawang//SNN – Dalam suasana peringatan HUT RI ke-80, dalam pertemuan yang ke dua dengan awak media Bapak Bandung Sahadi tampil istimewa. Mantan operator alat berat ini mengenakan baju adat Dayak Kalimantan, sembari membagikan kisah hidup yang memadukan petualangan lintas pulau, persatuan antarbudaya, dan kerja keras yang tiada henti.
> “Bhinneka Tunggal Ika itu bukan sekadar semboyan. Saya sudah merasakannya,” ujarnya membuka cerita.
Selama 8 tahun di Sumatera Utara dan 7 tahun di pedalaman Kalimantan Barat, ia menjadi operator alat berat di proyek pembukaan jalan. Di hutan akasia yang lebat, ia membabat jalur penghubung antar suku — Suku Jangkang dan Suku Muala — hingga menuju Sintang, perbatasan Indonesia–Malaysia.
Tugas itu penuh tantangan. “Katanya, hanya orang Karawang yang pernah tembus ke suku Jangkang. Ujar Bandung Sahadi,” sambil tersenyum. Di pedalaman, ia diterima hangat oleh Kepala Suku Jangkang, Bapak Kumay, yang membuka pintu persahabatan lintas adat.
Awal 2010, Bandung Sahadi pulang ke tanah kelahiran. Setahun kemudian, ia memulai usaha baru: budidaya jamur merang. Dalam pengerjaan 21 hari perawatan, lalu jamur siap panen selama 10 hari berturut-turut, menghasilkan hingga 100 kilogram.
Kini, di usia senjanya, usaha itu tetap berjalan. “Asal ada kemauan, usia bukan halangan. Anak muda, orang tua — semua bisa,” pesannya menutup sambutan.
Bapak Bandung Sahadi bukan sekadar petani jamur. Ia adalah jembatan antarbudaya, teladan ketekunan, dan pengingat bahwa perbedaan justru menjadi kekuatan bangsa.