sibernasionalnews.com–
Minahasa Selatan – Skandal penyalahgunaan BBM subsidi di SPBU Amurang (kode 74.953.15) semakin menohok publik. Jika sebelumnya hanya solar yang dituding dijual secara ilegal, kini muncul bukti baru: Pertalite pun ikut diperdagangkan secara curang. Modus yang dipakai terbilang nekat, yakni memanfaatkan surat rekomendasi nelayan untuk melegalkan antrean jerigen yang sesungguhnya dikendalikan para pengepul.
Antrean Jerigen di Siang Bolong
Investigasi terbaru menemukan antrean jerigen berlangsung terbuka di siang hari, bukan lagi sembunyi-sembunyi. Deretan jerigen terlihat menunggu giliran isi di dispenser SPBU, sementara beberapa kendaraan tangki modifikasi bebas keluar masuk tanpa ada rasa takut.
Ironisnya, jerigen-jerigen tersebut tidak hanya diisi solar, melainkan juga Pertalite, dengan alasan pemiliknya mengantongi surat nelayan. Padahal, Pertalite bukan BBM khusus penugasan untuk nelayan. Dalih itu hanya dijadikan tameng agar bisnis kotor tetap berjalan mulus.
Dalih Nelayan Jadi Kedok Mafia
Kesaksian nelayan asli di Amurang menegaskan adanya penyalahgunaan aturan.
“Kami yang benar-benar nelayan dengan surat resmi sering kali kesulitan. Tapi orang-orang dengan jerigen bisa lancar, padahal mereka bukan nelayan. Surat nelayan hanya dijadikan kedok,” ungkap seorang nelayan dengan nada kesal.
Praktik ini membuat nelayan sungguhan terpinggirkan. Mereka yang seharusnya mendapatkan prioritas justru kalah oleh mafia yang menyamar dengan dokumen rekomendasi.
Harga Dimainkan, Rakyat Merugi
Selain modus jerigen, harga BBM juga sengaja dimainkan. Solar subsidi yang seharusnya Rp6.800 per liter dijual hingga Rp7.400. Bahkan ada pola “paketan” senilai Rp3 juta sekali transaksi yang kerap memicu keributan di lokasi pengisian.
Keuntungan besar jelas mengalir ke kantong mafia dan oknum operator SPBU, sementara rakyat kecil dipaksa membeli dengan harga lebih tinggi atau tidak kebagian jatah.
SPBU Amurang Kebal Sanksi?
Fakta ini menimbulkan pertanyaan besar. SPBU Amurang sudah berulang kali diberitakan dan bahkan pernah dikenai sanksi Pertamina, mulai dari pengurangan jatah hingga penghentian pasokan. Namun alih-alih jera, praktik nakal justru semakin tak terkendali, kini bahkan merambah Pertalite.
Publik pun menilai SPBU Amurang terkesan kebal hukum. Setiap kali kasus ini diangkat media, selalu saja muncul “hak jawab” yang justru digunakan untuk mengaburkan persoalan dan mengalihkan perhatian aparat penegak hukum.
Publik Tantang Aparat dan Pertamina
Warga menegaskan, jika aparat penegak hukum dan Pertamina tetap diam, maka publik berhak menilai adanya dugaan pembiaran dan permainan di balik layar.
“Kalau polisi dan Pertamina serius, SPBU ini seharusnya sudah ditutup. Kalau tidak, berarti mereka ikut melindungi. Mafia solar dan pertalite makin berani karena merasa tak tersentuh hukum,” ujar warga dengan nada geram.
Saatnya Bertindak
Fenomena siang bolong dengan antrean jerigen pertalite dan solar adalah tamparan keras bagi aparat. Mafia tidak lagi bermain sembunyi, tetapi justru pamer kuasa di depan mata publik.
Desakan publik kini semakin keras: tutup SPBU Amurang atau bongkar jaringan mafia BBM subsidi yang merajalela di dalamnya. Jika dibiarkan, maka bukan hanya nelayan dan sopir yang jadi korban, tetapi juga wibawa hukum yang dipermalukan oleh mafia .
(ST)