Daerah  

Maraknya Tambang Ilegal Galian C di Kabupaten Maros: Pemerintah Daerah Hanya Jadi Penanggung Dampak

SiberNasionalNews.Com| Maros, Lembaga Pemerhati Hukum dan Lingkungan Hidup (LPHLH) menyoroti semakin maraknya aktivitas tambang ilegal galian C di Kabupaten Maros. Fenomena ini menimbulkan kerusakan lingkungan, pencemaran, konflik sosial, hingga rusaknya infrastruktur jalan akibat lalu lintas angkutan tambang.

LPHLH menilai akar masalah terletak pada regulasi kewenangan izin tambang yang dipusatkan di pemerintah pusat/provinsi, sehingga pemerintah daerah kehilangan kendali penuh dalam perizinan maupun pengawasan.

Dasar Hukum yang Relevan

1. UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan UU 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba) Seluruh kewenangan perizinan pertambangan ditarik ke pusat/provinsi. Pemerintah kabupaten/kota hanya menjadi penerima dampak tanpa instrumen kendali.

2. PP Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara Memperjelas sentralisasi kewenangan perizinan tambang.

3. UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH) Pasal 69 ayat (1): Setiap orang dilarang melakukan kegiatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan.

Pasal 97-120: Memuat ketentuan pidana bagi setiap orang/badan hukum yang melakukan kegiatan tanpa izin lingkungan atau yang mengakibatkan kerusakan.

4. KUHP dan UU Minerba terkait sanksi pidana Pasal 158 UU Minerba: “Setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa izin dipidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp100 miliar.”

Dampak Nyata di Kabupaten Maros

Berdasarkan hasil pantauan lapangan dan aduan masyarakat, LPHLH mencatat: Lebih dari 25 titik lokasi tambang ilegal galian C tersebar di beberapa kecamatan.

Luas lahan rusak mencapai ± 150 hektar, terdiri dari bekas galian tanah urug, kerusakan tebing bukit kapur, serta area persawahan yang tertimbun material.

Kerusakan jalan sepanjang ± 40 km, khususnya jalan poros desa di Kecamatan Simbang, Tompobulu, dan Tanralili, akibat dilalui truk tambang melebihi tonase.

Sedimentasi sungai di beberapa titik aliran Sungai Maros, mengakibatkan penyempitan alur air dan berpotensi banjir saat musim hujan.

Lokasi Rawan Tambang Ilegal di Kabupaten Maros

Sejumlah kecamatan terindikasi kuat sebagai wilayah operasi tambang ilegal, di antaranya:

  • Kecamatan Moncongloe 
  • Kecamatan Bantimurung
  • Kecamatan Simbang
  • Kecamatan Tanralili
  • Kecamatan Mandai
  • Kecamatan Marusu
  • Kecamatan Tompobulu
  • Kecamatan Camba

LPHLH menegaskan bahwa:

1. Kewenangan izin tambang galian C sebaiknya dikembalikan ke pemerintah kabupaten/kota. Dengan kewenangan ini, pengawasan dan penegakan hukum akan lebih efektif dan dekat dengan locus masalah.

2. Penegakan hukum harus dipertegas terhadap pelaku tambang ilegal, baik perorangan maupun korporasi, dengan memanfaatkan instrumen pidana UU Minerba dan UU PPLH.

3. Pemerintah pusat dan DPR RI harus segera melakukan evaluasi terhadap kebijakan sentralisasi izin tambang yang justru membuka celah maraknya pertambangan ilegal.

4. Reklamasi dan pemulihan lahan rusak wajib ditanggung oleh pelaku tambang, agar masyarakat tidak menanggung beban kerusakan permanen.

Pernyataan Resmi LPHLH 

“Kami melihat Kabupaten Maros hari ini menjadi korban dari sistem perizinan tambang yang tidak adil. Pemerintah daerah tidak diberi kewenangan, namun dipaksa menanggung dampak kerusakan. Ini bukan hanya merugikan lingkungan, tapi juga menyalahi prinsip keadilan lingkungan bagi masyarakat lokal.”

“Sudah saatnya kewenangan perizinan galian C dikembalikan ke daerah. Dengan begitu, pengawasan bisa langsung dilakukan di lapangan dan tambang ilegal bisa ditekan. Jika tidak, kerusakan akan terus meluas dan masyarakat yang jadi korban utama.”

Tutup Hamzah sekjend LPHLH  menyampaikan :

Maraknya tambang ilegal galian C di Kabupaten Maros adalah bukti nyata disharmoni regulasi perizinan dan lemahnya pengawasan. Selama kewenangan tetap terpusat, pemerintah daerah hanya akan menjadi penanggung kerusakan, bukan pengendali. Pengembalian kewenangan izin ke daerah adalah langkah strategis untuk menekan praktik ilegal, memastikan kelestarian lingkungan, dan melindungi hak-hak masyarakat lokal.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

© Hak Cipta Dilindungi