SNN, JABAR – Keputusan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, untuk memangkas anggaran kerja sama media massa hingga 94% menimbulkan sorotan tajam dari berbagai pihak. Langkah ini disebut sebagai bentuk pelaksanaan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang efisiensi anggaran publikasi, namun dinilai mengandung risiko terhadap keberlangsungan ekosistem media, khususnya media cetak lokal.
Dilansir dari bukamata.id, Pengamat kebijakan publik dari Universitas Katolik Parahyangan (Unpar), Kristian Widya Wicaksono, menjelaskan bahwa kebijakan Dedi pada dasarnya adalah implementasi dari Inpres tersebut. Namun, besaran pemangkasan yang jauh melebihi perkiraan awal (30-40%) menimbulkan pertanyaan.
“Kepala daerah, termasuk Gubernur Jawa Barat, memang harus mengikuti amanat Inpres tersebut. Namun, angka pemotongan hingga 94% jelas di luar ekspektasi awal,” ujar Kristian, Rabu (16/4/2025).
Meskipun mendukung efisiensi dan peralihan ke media digital, Kristian mengingatkan untuk tidak mengabaikan nasib ekosistem media, khususnya media cetak skala kecil dan menengah (UMKM). Ia menekankan perlunya rencana mitigasi agar para pelaku usaha dan karyawan media tidak terdampak secara signifikan.
“Perlu ada rencana perlindungan dan adaptasi bagi aktor-aktor dalam ekosistem media cetak agar transisi ini tidak memukul mereka terlalu keras,” tegasnya.
Lebih lanjut, Kristian menekankan bahwa modernisasi komunikasi publik melalui media digital harus dibarengi dengan ruang partisipasi publik yang lebih terbuka.
Ia mengingatkan agar pemerintah tidak hanya fokus pada legitimasi kebijakan melalui media internal, tetapi juga membuka diri terhadap kritik dan masukan dari masyarakat.
“Penggunaan media sosial merupakan langkah positif, tetapi ruang bagi publik untuk memberikan masukan harus ada bahkan harus semakin terbuka terhadap partisipasi publik,” ujarnya.
Kemudian, Kristian juga menyoroti pentingnya penguatan media digital pemerintah sebagai kanal sosialisasi kebijakan. Ia mendorong peningkatan kualitas konten digital, pemanfaatan media sosial yang efektif, serta peningkatan kemampuan Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam mengelola komunikasi digital.
“Standar format media digital perlu ditata, ASN harus dilatih, dan harus ada riset rutin soal keterlibatan masyarakat dalam mengakses informasi digital dari pemerintah,” pungkasnya.
Sebelumnya diberitakan, Gubernur Jabar, Dedi Mulyadi menegaskan bahwa biaya pencitraan yang sebelumnya mencapai Rp49 miliar per tahun, kini dipangkas drastis menjadi hanya Rp3 miliar.
Diketahui, biaya pencitraan yang dimaksud Dedi merupakan anggaran kerja sama antara Pemprov Jabar dengan media massa.
“Kalau bicara pencitraan, saya katakan sekali lagi, biaya pencitraan Provinsi Jawa Barat turun. Dulu anggaran provinsi kerja sama dengan media itu Rp49 miliar per tahun, sekarang sama saya diturunkan jadi Rp3 miliar,” ucap Dedi dalam sambutannya pada acara Peringatan Hari Jadi ke-111 Kota Sukabumi, dikutip YouTube Lembur Pakuan Channel, Rabu (16/4/2025).
Dirinya berkelakar bahwa “tim buzzer” yang sebenarnya adalah para emak-emak yang aktif menggunakan platform tersebut.
“Terus kenapa selalu rame? Bukan tim buzzer tapi si Icih pada punya TikTok. Kan orang Sukabumi, orang dari mana-mana sekarang mah rakyat sudah bisa bercerita, begitu cerita suka sama saya langsung berkomentar, nenek nenek semua pada beli kuota,” katanya sambil tertawa. (*)