sibernasionalnews.com-
Manado – Sejumlah aktivis dan organisasi masyarakat (Ormas) mendesak Aparat Penegak Hukum (APH) segera menindaklanjuti fakta persidangan terkait dugaan korupsi dana hibah Pemprov Sulut ke Sinode GMIM.
Mereka menilai, keterangan saksi yang terungkap dalam persidangan kedua pada Rabu (10/9/2025) dan persidangan ketiga pada Kamis (18/9/2025) merupakan fakta penting yang tidak bisa diabaikan untuk mengungkap kasus ini secara terang.
Ketua LSM Pelopor Angkatan Muda Indonesia (PAMI-P) Perjuangan, Jonathan Mogonta, menegaskan bahwa keterangan Denny Mangala sudah cukup dijadikan dasar bagi APH untuk mengambil langkah tegas.
“Beliau pernah dimintai keterangan oleh Polda Sulut bahkan diperiksa hingga 11 jam. Fakta persidangan jelas menunjukkan perannya dalam proses dana hibah Rp500 juta untuk perkemahan dan Rp1,2 miliar DID. Itu sudah melengkapi bila aparat membutuhkan dua alat bukti,” ujarnya.
Hal senada disampaikan Ketua Umum DPP Barisan Masyarakat Adat Sulut (Barmas), Jenly Kawilarang, yang menilai prinsip equal before the law harus ditegakkan.
“Tidak ada alasan bagi APH membiarkan Denny Mangala lepas dari tanggung jawab. Kesetaraan di hadapan hukum harus berlaku bagi siapa saja, termasuk pejabat negara,” tegasnya.
Menurutnya, sistem hukum modern menjamin semua warga negara diperlakukan sama tanpa memandang status sosial, ekonomi, agama, maupun jabatan. “Tidak ada kekebalan hukum. Tidak boleh ada individu atau kelompok yang mendapatkan hak istimewa di atas hukum,” tambahnya.
Sementara itu, Aktivis LSM Anti Tipikor, Richard Antameng, menekankan pentingnya akses keadilan yang setara.“Setiap warga berhak atas perlindungan hukum dan pengadilan yang adil. Aparat penegak hukum seperti polisi, jaksa, dan hakim harus bertindak imparsial, tanpa diskriminasi,” ujarnya.
Para aktivis mendasarkan desakan mereka pada konstitusi, yakni Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 yang menyebutkan: “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.”
Selain itu, Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 menegaskan bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.
“Tidak ada alasan lagi membiarkan Denny Mangala lepas tanggung jawab, apalagi bila justru ditimpakan kepada orang lain,” pungkasnya.
Seperti diketahui, sejumlah saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam persidangan dana hibah GMIM secara terbuka mengungkap proses pencairan dana Rp500 juta dan Rp1,2 miliar DID, termasuk peran Denny Mangala di dalamnya.
(ST)