SNN, Mandailing Natal | Proses penegakan hukum di Polres Mandailing Natal kembali tercoreng. TM (X tahun), warga Desa Sikara-Kara
IV, Kecamatan Natal, Kabupaten Mandailing Natal, kini berstatus sebagai Tersangka dalam dugaan tindak pidana pencurian sebagaimana diatur
dalam Pasal 362 KUHP oleh Penyidik Polres Mandailing Natal dengan prosedur hukum yang sangat bertentangan dengan KUHAP sehingga telahmerugikan HAM dari TM.
TM mengetahui dirinya telah dijadikan sebagai tersangka bermula setelah
menerima surat panggilan Ke-1 Nomor: SP GII/465/VIII/RES.1.8/2025/Reskrim yang di kirimkan oleh Penyidik Polres Mandailing Natal dimana di dalam surat tersebut status dari TM ternyata sudah di jadikan sebagai tersangka.
Bahwa atas diterimanya surat panggilan tersebut, TM langsung
menghubungi Kantor Hukum Panuturi yang selama ini memang menjadikuasa hukum dari TM dan menceritakan terkait dengan surat panggilan ke-1 tersebut, Erwin Nainggolan, S.H., M.Kn selaku salah satu advokat dari kantor Hukum Panuturi berpendapat bahwa tindakan dari Penyidik Polres
Mandailing Natal Ini merupakan suatu tindakan yang jelas-jelas sudah sangat bertentangan dengan KUHAP.
Pasalnya klien kami (TM) tidak pernah di panggil terlebih dahulu sebagai saksi, tidak pernah diberikan Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) dan tidak pernah diberikan Surat
Penetapan Tersangka.
Lebih lanjut, Erwin Nainggolan, S.H., M.Kn menegaskan bahwa berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 21/PUU-XII/2014, seseorang yang di duga sebagai pelaku tindak pidana itu wajib di periksa dulu sebagai saksi
sebelum di tetapkan sebagai tersangka.
Putusan Mahkamah Konstitusi
Nomor 130/PUU-XII/2015 yang merevisi ketentuan Pasal 109 ayat (1) KUHAP yang mengharuskan Penyidik Polres Mandailing Natal untuk memberikan SPDP kepada jaksa penuntut umum, korban/pelapor dan
terlapor maksimal 7 hari, yang dalam hal ini klien kami sebagai terlapor tidak pernah diberikan SPDP. Dan yang terakhir seseorang di tetapkan sebagai tersangka harus di dahului dengan adanya 2 (dua) alat bukti yang sah sebagaimana amanat dari Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor:21/PUU-
XII/2014 yang merevisi Pasal 1 angka 14 KUHAP tentang tersangka, yang dalam hal ini klien kami tidak diberikan surat penetapan tersangka, sehingga hak klien kami untuk mengetahui minimal 2 alat bukti yang dijadikan oleh penyidik polres mandailing natal jadi terciderai.
Atas adanya indikasi ketidakprofesionalan dan buruknya sistem penyidikanyang dilakukan oleh polres mandaliling natal tersebut, TM melalui kuasa
hukumnya telah melaaporkan penyidik polres tersebut ke POLDA SUMUT dan KABID PROPAM POLDA SUMUT.