Daerah  

Cuma RP 15 Juta Bagi JAKSA “KECIL”, Bagi Rakyat BESAR, Suara Warga Desa Kuala Tolak

SNN, Ketapang | 10 April 2025, sejumlah warga Desa Kuala Tolak mendatangi Kantor Kejaksaan Negeri Ketapang untuk melakukan konsultasi, konsolidasi, dan koordinasi terkait dugaan penyelewengan dana Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang seharusnya diperuntukkan bagi warga miskin di desa tersebut.

Langkah ini diambil warga sebagai upaya mencari kejelasan hukum dan penyelesaian yang adil, mengingat Aparat Penegak Hukum (APH) diyakini menjadi tempat yang tepat untuk mengadukan persoalan tersebut. Sesampainya di Kejari Ketapang, warga lebih dulu menemui bagian Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) dan meminta audiensi dengan Kepala Seksi Perdata dan Tata Usaha Negara (Kasi Datun).

Namun, setelah cukup lama menunggu, yang akhirnya menemui mereka adalah Kepala Seksi Intelijen, Panter Sinambela.

“Warga kemudian diarahkan ke sebuah ruangan untuk melakukan diskusi. Dalam forum tersebut, warga memaparkan secara jelas dugaan penyelewengan dana BLT, disertai data dan kronologi yang mereka miliki. Suasana diskusi berlangsung hangat, dengan proses tanya jawab yang cukup mendalam.

Di tengah perbincangan, Panter memerintahkan anak buahnya untuk menghitung total kerugian negara dari kasus ini, berdasarkan data yang disampaikan warga. Berdasarkan Peraturan Kepala Desa Kuala Tolak Nomor 2 Tahun 2025 tentang Penetapan Keluarga Penerima Manfaat BLT Dana Desa untuk Program Pemulihan Ekonomi berupa Perlindungan Sosial dan Penanganan Kemiskinan Ekstrem, tercatat bahwa penerima manfaat seharusnya berjumlah 64 Kepala Keluarga (KK).

Namun, kenyataannya di lapangan, jumlah penerima manfaat membengkak menjadi 88 KK — terjadi penambahan 24 KK tanpa dasar hukum yang jelas. Parahnya lagi, setiap penerima manfaat hanya menerima Rp 654.500 per KK untuk periode Januari–Maret, atau setara Rp 218.166 per bulan, jauh di bawah angka yang semestinya diterima. Dari total dana BLT selama satu tahun sebesar Rp 230.400.000, terjadi penggelembungan penerima tanpa kejelasan pertanggungjawaban.

Lebih lanjut menurut warga. Anak buah Panter lalu menghitung: Rp 654.500 dikali 24 KK, totalnya Rp 15.708.000. Di sinilah letak kekecewaan warga memuncak. Dengan ekspresi santai dan senyum di wajahnya, Panter berkata, “Yah, cuma 15 jutaan saja, kecil dana segitu. Kalau diperkarakan pun, lebih besar biaya di persidangan,” ucapnya sambil tertawa kecil.

Pernyataan ini sontak membuat warga merasa sedih dan kecewa. Bagi warga desa, angka Rp 15 jutaan bukanlah jumlah yang kecil. Nilai tersebut sangat berarti bagi kehidupan sehari-hari mereka, apalagi di tengah situasi ekonomi yang sulit. Pernyataan meremehkan dari aparat penegak hukum ini dinilai mencederai rasa keadilan masyarakat.

Yang perlu digarisbawahi dalam persoalan ini bukan semata-mata soal besaran angka Rp 15 juta tersebut, tetapi dampak sosial dan preseden hukum yang sangat buruk. Jika hukum hanya memandang kasus berdasarkan nominal kerugian semata, maka terbuka celah bagi para pelaku kejahatan untuk terus mengulangi perbuatannya. Oknum perangkat desa bisa saja berpikir bahwa menggelapkan dana bantuan dengan jumlah yang dianggap “kecil”, dan kemudian mengembalikannya, akan membuat perkara mereka selesai begitu saja.

Apakah hukum di Indonesia sesederhana itu? Apakah ini cerminan wajah hukum kita, yang seharusnya memberikan rasa keadilan bagi rakyat kecil, namun malah terkesan hanya menghitung perkara dari sisi biaya perkara? Wajar jika masyarakat merasa kecewa, bahkan apatis terhadap penegakan hukum, apabila cara pandang aparat seperti ini terus dibiarkan. Padahal, gaji mereka pun bersumber dari rakyat yang mereka layani.

Kami berharap, dengan adanya kejadian ini, aparat penegak hukum khususnya di Kejaksaan Negeri Ketapang mendapatkan teguran keras dari pimpinan, agar ke depan dapat menangani setiap laporan masyarakat dengan serius, tanpa memandang besar kecilnya nilai kerugian. Sebab bagi rakyat kecil, nilai yang dianggap “sepele” oleh pejabat, bisa jadi sangat berarti untuk menyambung hidup, kepada wartawan SNN Jum’at (11/4/2025)

Di tempat terpisah.Ketua Tim investigasi laskar Anti Korupsi Indonesia (LAKI). Jumadi menegaskan Laki mendukung penuh terkait langkah langkah yang sudah di ambil oleh masyarakat. Kita sepakat hukum harus ditegakkan.besar kecil itu relatif dan pasti sudah ada niat yang tidak baik. Pungkas nya

Rilis:Jumadi LAKI
SNN:Ibrahim

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

© Hak Cipta Dilindungi