SNN, Purwakarta, Jabar – Kang ZA, Ketua Komunitas Madani Purwakarta soroti fenomena tragis tengah berlangsung di jantung industri Purwakarta. Di balik pagar kokoh dan bangunan yang tampak asri, tersembunyi kenyataan pahit: buruh hanya digaji Rp.1.000.000,- hingga 1.250.000,- (Rp40.000–50.000 per hari) dengan jam kerja lebih dari 8 jam bahkan hingga 12 jam, tanpa jaminan sosial dan tanpa perlindungan hukum yang memadai. Padahal UMK Purwakarta telah ditetapkan sebesar Rp. 4.792.252,- per bulan.
Murutnya Di kalangan pelaku usaha ini, praktik maklum industri kerap diberi label manis: “Teaching Factory” yang merupakan kamuflase praktik eksploitatif yang telah Melanggar Konstitusi dan HAM.
”Praktik ini bukan sekadar pelanggaran administratif. Ia adalah penghinaan terhadap Konstitusi dan HAM” ujar kang ZA.
Aturannya sudah jelas tertera di dalam UUD 1945 Pasal 27 ayat (2) tentang jaminan hak hidup layak, Pasal 28D ayat (2) yang menegaskan hak atas imbalan adil dan UU No. 39/1999 tentang HAM melarang segala bentuk perbudakan modern, menurutnya.
”Apa yang terjadi di Purwakarta adalah bentuk “kerja rodi gaya baru” yang dilegalkan oleh abainya negara” tegasnya.
Lebih lanjut kang ZA menegaskan UU Ketenagakerjaan dalam hal tersebut telah Dilanggar Terang-Terangan
Iapun memaparkan aturan perundang- undangan ketenagakerjaan lebih lanjut bahwa dalam Pasal 77 UU Ketenagakerjaan jam kerja maksimal 8 jam/hari, kemudian Pasal 90 UU Ketenagakerjaan dilarang membayar di bawah UMK, “semua aturan itu telah di langgar dan ada ancaman pidananya dalam yang tertera dalam Pasal 185 UU bagi pengusaha yang melanggar upah minimum” lanjutnya.
Lebih lanjut kang ZA mengatakan bahwa Dalih “maklun usaha kecil” hanyalah kamuflase manipulatif. Faktanya, produk yang dihasilkan adalah produk manufaktur, sehingga tunduk penuh pada hukum ketenagakerjaan dan perizinan industri, ini jelas masuk pada Bisnis Ilegal, karena Perizinan Diduga Bermasalah.
Mururutnya Selain pelanggaran ketenagakerjaan, praktik ini juga sarat dugaan ilegalitas perizinan. Industri wajib memiliki diantaranya.
1. PBG (Persetujuan Bangunan Gedung)
2. Persetujuan Lingkungan (AMDAL/UKL-UPL)
3. Izin Usaha Industri (IUI/NIB)
4. KKPR (Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang)
5. SLF dan Sertifikat K3
”Jika izin ini tidak ada, maka kegiatan tersebut ilegal dan melanggar hukum tata ruang serta lingkungan” ujar kang ZA.
Kang ZA juga mengatakan bahwa pihak- pihak yang berkepentingan dalam hal ini seakan menutup “Negara seakan menutup mata. Disnaker, Satpol PP, DPMPTSP, hingga aparat penegak hukum tak kunjung menindak. Padahal, fenomena ini kasat mata: buruh digaji di bawah standar, dieksploitasi dengan jam kerja panjang, bahkan tanpa perlindungan jaminan sosial.” ujarnya.
Ketua Komunikasi Madani Purwakarta Kang Ir. Zaenal Abidin menuntut agar :
1. Ada Tindakan tegas bagi pelaku industri maklun yang terbukti mengeksploitasi buruh dan melanggar hukum.
2. Audit perizinan seluruh unit maklun industri di Purwakarta: PBG, KKPR, izin usaha, hingga SLF.
3. Praperadilan sosial: buruh dan masyarakat sipil harus bersatu, menolak perbudakan modern yang berlindung di balik istilah “maklun”.
4. Pemerintah pusat dan daerah wajib hadir: hentikan praktik eksploitatif yang bertentangan dengan UUD 1945 dan UU Ketenagakerjaan.
”Maklun dari industri manufaktur bukan sekadar pelanggaran administrasi — ini adalah kejahatan kemanusiaan yang terstruktur !” Tutupnya. (**)
Industri Maklun Berkedok Teaching Factory: Pelanggaran Hak Konstitusi Buruh
