Karimun, Kepulauan Riau, sibernasionalnews. Com- Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) resmi menghentikan sementara aktivitas tambang pasir darat milik PT Jeni Prima Sukses (PT JPS) di Pulau Citlim, Kabupaten Karimun, Kepulauan Riau, pada Sabtu (19/7). Penertiban dilakukan karena perusahaan terbukti beroperasi tanpa rekomendasi resmi pemanfaatan pulau kecil dari KKP, sebagaimana diwajibkan dalam peraturan perundang-undangan.
Tindakan ini dipimpin langsung oleh Dirjen Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP, Pung Nugroho Saksono, yang turut memasang plang penghentian di lokasi tambang.
“Kami dari Ditjen PSDKP hadir di Pulau Citlim untuk melaksanakan amanat undang-undang. Aktivitas ini kami hentikan karena belum memiliki rekomendasi pemanfaatan pulau kecil dari KKP,” tegas Pung, yang akrab disapa Ipunk.
Pulau Citlim dengan luas sekitar 23 km² dikategorikan sebagai pulau kecil sesuai ketentuan dalam Permen KP Nomor 10 Tahun 2024 dan Permen KP Nomor 30 Tahun 2021, sehingga pengelolaannya wajib mengantongi izin dari KKP. Namun sejak 2019, PT JPS telah melakukan penambangan pasir darat secara masif dengan produksi mencapai 10 ribu ton per hari untuk kebutuhan Pulau Batam.
Bukan sekadar pelanggaran administratif, kegiatan ini juga dinilai mengancam ekosistem laut.
“Kami mendapat laporan masyarakat, saat hujan, lumpur hasil tambang mengalir ke laut dan mengancam terumbu karang. Ini bisa menghancurkan habitat laut yang penting bagi nelayan dan lingkungan,” ujar Ipunk.
Merespons hal itu, Anggota Komisi III DPRD Karimun dari Fraksi Hanura, Dedi Jarliyostika, S.T., menyampaikan dukungan penuh atas langkah KKP sekaligus mendorong penghentian total seluruh aktivitas tambang pasir darat di Pulau Citlim.
“Kami mendukung penuh langkah Dirjen PSDKP KKP. Kalau kerusakan lingkungan lebih besar daripada investasi yang dihasilkan, lebih baik pertambangan pasir darat di kawasan Pulau Citlim ditutup total. Pulau ini sudah hancur, jangan sampai bernasib seperti Pulau Sebaik yang ditinggalkan begitu saja tanpa reboisasi,” tegas Dedi.
“Saya ini anak Pulau Moro, dan Pulau Citlim adalah bagian dari kawasan kampung kami. Saya juga terpilih sebagai anggota DPRD dari daerah pemilihan yang mencakup Citlim. Tentu saya harus tegas, keras, dan serius menjaga tanah kelahiran kami dari kerusakan lingkungan yang masif. Ini bukan sekadar tugas politik, tapi panggilan hati sebagai orang kampung,” tambah Dedi dengan nada serius.
Dedi juga menegaskan bahwa tidak hanya PT Jeni Prima Sukses yang beroperasi di Pulau Citlim, tapi juga sejumlah perusahaan lain yang turut melakukan eksplorasi dan produksi. “Selain PT JPS, ada juga PT Asa Tata Mardivka (PT ATM), lalu PT Berkah Tambang Resources yang berstatus eksplorasi, serta PT Sastria Narendra Gautama dan PT Suaras Anugerah Manggala. Bila memang terbukti melanggar dan merusak lingkungan, sebaiknya semua kegiatan mereka dihentikan,” ujarnya.
Pihak PT JPS melalui Direktur Jacky mengakui belum mengantongi izin rekomendasi pulau kecil, dan berdalih dua kali permohonan daringnya ditolak sistem.
Tim PSDKP Batam dan Ditjen Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut (PRL) kini tengah menyiapkan pemeriksaan lapangan untuk menghitung potensi kerugian ekologis dari aktivitas tersebut.
Aksi penghentian ini turut disaksikan perangkat desa dan pihak perusahaan yang menyatakan siap mengikuti proses hukum. Kasus Pulau Citlim menjadi peringatan keras bahwa eksploitasi tanpa izin dan tanggung jawab lingkungan tidak akan ditoleransi