‎KMP: “DANA BAGI HASIL PAJAK 2016-2018 KABUPATEN PURWAKARTA SEBESAR 71,7 M, KEMANA MENGALIR-NYA? INI ADALAH KEJAHATAN !!”

SNN, Purwakarta, Jabar – Gelar Rapat Dengar Pendapat Umum antara DPRD Kabuaten Purwakarta yang dipimpin oleh Ketua Dewan dengan Komunitas Madani Purwakarta, dan dihadiri oleh staff holder Pemerintah Kabupaten Purwakarta Kabag Hukum, Kepada BKAD, Kepala Inspektorat, dan PLt Kadiskominfo yang di gelar pada hari Jum’at 29/8/2025 menghasilkan pokok bahasan yang krusial.

‎Dalam pertemuan gelar pendapat tersebut timbul pertanyaan, Apakah ada alasan sah dan apakah sudah dilakukan mekanisme perubahan APBD dalam penundaan atau pengalihan alokasi Dana Bagi Hasil Pajak Tahun 2016-2018? Jawabannya adalah

‎”saat itu tidak ada kondisi luar biasa dan juga tidak ada pihak DPRD tidak memberikan persetujuan penundaan atau pengalihan Alokasi ” ujar Ketua DPRD Purwakarta Sri Puji Utami

‎Sementara itu pihak KMP mengatakan “kasus tidak ditransfernya Dana Bagi Hasil Pajak kepada Desa tersebut dengan tanpa alasan sah dan tidak ditempuhnya mekanisme perubahan APBD” jelas Kang ZA Ketua KMP.

‎Ketua Dewan mengapresiasi peran aktif KMP, dan menjelaskan perihal jawaban Dewan untu surat ke-1 dari KMP yang sempat dikirimin surat ke-2 karena dianggap jawaban kosong dan tidak substantif. Ketua Dewan kemudian menjelaskan maksud jawaban nya poin per poin. Bahwa

‎1. Apakah Pada saat pengesahan maupun perubahan APBD tahu 2016, 2017, dan 2018, DPRD Kabupaten Purwakarta menyetujui adanya penundaan atau pengalihan alokasi DBHP kepada desa?

‎Pihak DPRD Kabupaten Purwakarta menyampaikan bahwa pada masa jabatan 2014-2019, dalam melaksanakan pembahasan dan persetujuan terhadap Rancangan APBD maupun Perubahan pada tahun anggaran 2016, 2017, dan 2018 telah melaksanakan fungsi anggaran secara prosedural dan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Dijelaskan oleh Ketua Dewan, hal tersebut artinya TIDAK ADA MEMBERIKAN PERSETUJUAN TERHADAP PENUNDAAN ATAU PENGALIHAN ALOKASI DBHP.

‎2. Apakah pada tahun-tahun tersebut terdapat kondisi luar biasa (misalnya : keadaan darurat, bencana, krisis fiskal, atau force majeure lain) yang secara sah telah menjadi dasar hukum perubahan APBD atau pengalihan anggaran DBHP ke pos anggaran lain?

‎Dalam dokumen APBD tahun anggaran 2016, 2017, dan 2018, alokasi Dana Bagi Hasil Pajak (DBHP) tetap tercantum dan tidak dihapus. Namun kebijakan teknis penyaluran, pengalihan, atau penundaan realisasi DBHP merupakan kewenangan Pemerintah Daerah sebagai pelaksana anggaran. DPRD tidak memiliki kewenangan langsung untuk mengeksekusi atau menunda penyaluran DBHP, tetapi tetap menjalankan fungsi pengawasan sebagaimana diatur dalam pasal 149 ayat (1) huruf c Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Dijelaskan oleh Ketua Dewan, artinya TIDAK TERJADI KONDISI LUAR BIASA/FORCE MAJEURE.

‎3. Apakah DPRD menerima dan menyetujui dokumen perubahan penjabaran APBD yang memuat pergeseran atau pembatalan alokasi DBHP kepada desa?

‎DPRD Kabupaten Purwakarta, dalam setiap kesempatan pembahasan APBD setiap tahunnya, sampai dengan pembahasan APBD Thun 2025, selalu mendorong Pemerintah Daerah agar memenuhi kewajiban pembayaran DBHP kepada pihak yang berhak menerimanya, baik secara bertahap dan berkalanjutan, demikian sebagai bentuk ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan. Secara Implisit Ketua Dewan, menyatakan TIDAK MENERIMA DAN MENYETUJUI.

‎Dana Bagi Hasil Pajak (DBHP) merupakan hak konstitusi desa yang wajib disalurkan oleh Pemerintah Kabupaten sesuai ketentuan APBD. Penyaluran DBHP bukanlah kebaikan, melainkan kewajiban hukum yang melekat pada Bupati sebagai pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah, sebagaimana diatur Pasal 5 ayat (2) UU No.17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

‎Kesimpulannya menurut kang ZA : “Penyaluran DBHP adalah perintah hukum, bukan kebijakan yang bisa ditunda sesuka hati” tegasnya

‎Menurutnya Penundaan DBHP harus dengan alasan sah, karana terjadi Kondisi Luar Biasa, yaitu :
‎1. Keadaan Kahar/Force Majeure : sebagaimana diatrur KUHPertda Pasal 1244-1245, Kewajiban gugur bila keadaan memaksa. Dan UU No.24 Tahun 2007, Bencana Alam atau non alam yang ditetapkan resmi status darurat bencana dari Pemerintah.
‎2. Krisis Fiskal : UU No.17 Tahun 2003 Pasal 27 ayat (1), APBD dapat dirubah bila asumi fiscal brubah signifikan. Dengan Dokumen Resmi yaitu Disfisit Fiskal, Pemotongan Transfer Pusat, dan Perubahan APBD).

‎Fakta di lapangan menunjukan adanya praktik penundaan DBHP tanpa alasan yang jelas dan tanpa alasan sah menurut Peraturan Perundang-undangan. Sehingga merugikan desa, menghambat pembangunan, dan berpotensi merusak tata kelola keuangan negara.

‎Penundaan DBHP hanya sah karena terjadi kondisi luar biasa baik force majeure maupun krisis fiskal dengan dokumen resmi dan mekanisme perubahan APBD, Penundaan DBHP 2016-2018 berpotensi pelanggaran hukum serius yang merugikan desa dan rakyat, serta berpotensi sebagai tindakan Pidana Korupsi. DBHP adalah Hak Desa, Penundaan tanpa dasar sah adalah KEJAHATAN

‎Kang ZA juga menyampaikan “dengan demikian aliran DBHP tersebut perlu segera ditelususri kemana dana DBHP sebesar 71,7 M tersebut MENGALIR???” tegasnya.

‎Komunitas Madani Purwakarta (KMP) yang juga mendapat dukungan penuh dari aktivis lainnya seperti GMMP, KOBAR, GEMPA, GIBAS : kang ZA menegaskan dan menyerukan kepada seluruh anasir masyarakat : ” BONGKAR, KAWAL, dan SERET ke KPK !!!” tutupnya. (**)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

© Hak Cipta Dilindungi