SiberNasionalNews.Com |Maros – Di sebuah kelurahan di Kabupaten Maros, ada sosok pemimpin yang unik. Ia bukan hanya seorang lurah yang disibukkan dengan urusan administrasi, pembangunan, dan pelayanan publik, tetapi juga seorang seniman yang tak pernah meninggalkan panggung seni.
“Dunia seni saya jalani di waktu libur. Jadi aktivitas melayani masyarakat tidak terganggu. Justru seni menjadi energi tambahan untuk saya,” ujarnya dengan tenang.
Birokrat yang Berjiwa Seniman
Selama ini, banyak orang menganggap birokrasi adalah dunia yang kaku, penuh aturan dan prosedur. Sebaliknya, seni dipandang lentur, ekspresif, dan bebas. Dua dunia yang tampak berseberangan. Namun, bagi Lurah Bontoa, keduanya justru bisa menyatu.
“Sebagai birokrat, saya wajib melayani masyarakat. Tapi dengan jiwa seni, saya bisa lebih peka, lebih memahami keluhan warga, dan lebih kreatif dalam memberi solusi. Seni membuat saya tidak kaku menghadapi persoalan,” jelasnya.
Di sinilah uniknya: seni tidak hanya hadir di atas panggung atau layar video, tetapi juga menjadi cara ia membangun hubungan dengan masyarakat. Ia percaya, seorang pemimpin yang berjiwa seni akan lebih mudah menyentuh hati rakyatnya.
Menjawab Tantangan Anak Muda di Era Digital
Salah satu keprihatinan terbesarnya adalah bagaimana anak-anak muda mulai menjauh dari budaya lokal. Derasnya arus globalisasi, gempuran musik populer, dan tontonan digital dari luar negeri membuat mereka semakin asing dengan seni tradisi.
“Budaya luar itu begitu mudah diakses. Kalau kita tidak mengimbangi, generasi muda akan kehilangan jati diri. Karena itu saya selalu mendorong, sejak dini anak-anak perlu dikenalkan dengan seni budaya lokal, bukan sekadar lewat teori, tapi lewat praktik. Mereka bisa main gendang, meniup suling, atau menyanyikan lagu daerah,” ucapnya.
Di balik pernyataan itu, tersimpan kesadaran bahwa budaya hanya bisa bertahan bila diwariskan lewat pengalaman, bukan sekadar cerita. Seni harus dihidupkan di rumah, di sekolah, di ruang publik, bahkan di dunia digital.
Digitalisasi Seni: Dari Panggung ke YouTube
Di era media sosial, ia memilih tidak melawan arus, melainkan ikut masuk ke dalamnya. Ia mengunggah karya seni ke YouTube, menjadikannya sebagai medium edukasi yang sekaligus dekat dengan anak muda.
“Generasi sekarang dekat dengan digital. Jadi saya hadir di sana. Dari video yang saya unggah, saya ingin anak muda melihat, menonton, bahkan meniru. Bukan hanya untuk hiburan, tapi juga sebagai motivasi agar mereka ikut berkarya,” jelasnya.
Di setiap video musik yang diproduksi, ia tak sekadar menampilkan lagu. Ada nilai-nilai luhur yang disisipkan: menghargai orang tua, menjaga kebersamaan keluarga, hingga etika dalam hidup bermasyarakat. Baginya, seni tradisi bukan hanya hiburan, tapi juga pendidikan karakter.
Seni yang Hidup dari Kolaborasi
Ia sadar betul, menjaga budaya tidak bisa dilakukan sendirian. Harus ada kolaborasi antara seniman, masyarakat, dan pemerintah.
“Semua pihak punya peran. Seniman butuh ruang untuk berkarya. Pemerintah punya kewajiban mendukung dan memfasilitasi. Masyarakat adalah pewaris dan penikmat budaya itu sendiri. Kalau semua saling dukung, budaya kita tidak akan hilang,” katanya.
Di Maros, misalnya, ia menyebut peran Dinas Pariwisata, Kepemudaan, dan Olahraga yang aktif mendukung para seniman lokal. Dukungan ini sangat penting, karena seni bukan sekadar produk hiburan, tapi juga identitas daerah yang bisa menjadi kebanggaan.
Mengikat Generasi Lewat Tradisi
Baginya, langkah sederhana pun bisa berdampak besar. Orang tua bisa mulai dengan sering memutar musik daerah di rumah, atau menonton pertunjukan budaya bersama anak-anak. Dengan begitu, budaya tidak hanya jadi tontonan sesaat, tapi juga bagian dari kehidupan sehari-hari.
“Tugas kita adalah menanamkan sejak dini. Kalau anak-anak sudah terbiasa dengan budaya lokal, mereka tidak akan mudah hanyut oleh budaya luar. Justru mereka akan tumbuh dengan rasa bangga,” katanya penuh semangat.
Harapan untuk Masa Depan
Di akhir perbincangan, ia menyampaikan harapannya: agar budaya lokal, khususnya di Maros dan Sulawesi Selatan, tidak hanya bertahan, tapi juga berkembang.
“Saya berharap pemerintah terus menjadikan pelestarian budaya sebagai prioritas. Seniman dan budayawan yang sudah lama berjuang perlu mendapat perhatian. Karena merekalah yang menjaga marwah budaya lewat seni tari, musik, dan tradisi lainnya,” pungkasnya.
Ia juga menitipkan pesan khusus untuk anak muda:
“Jangan malu dengan budaya sendiri. Justru banggalah. Karena dari budaya, kita bisa menemukan jati diri. Kita bisa menjadi bagian dari dunia global tanpa harus kehilangan akar.”
(**) ENHAL