SNN, Lampung Utara | 1 Juni 2025 — Sebuah unggahan visual yang memuat identitas pribadi dan foto mantan Kepala Biro BhayangkaraNews24 Lampung Utara, inisial MRA, menjadi sorotan publik. Unggahan tersebut muncul di akun media sosial resmi BhayangkaraNews24 pada 31 Mei 2025, dalam bentuk grafis bertuliskan “Stop Pers”, tanpa adanya proses klarifikasi atau komunikasi dua arah kepada pihak yang bersangkutan.
Unggahan dilakukan setelah MRA secara resmi mengundurkan diri sejak 19 Mei 2025, sebagaimana tercantum dalam Surat Pengunduran Diri Nomor: 152/BN-24/BIRO/V/2025. Oleh karena itu, penyebaran informasi tersebut tidak hanya tidak melalui kanal redaksional resmi (redbox), namun juga dianggap tidak mencerminkan standar komunikasi pers yang proporsional dan etis.
Bukan Substansi, Tapi Cara yang Tidak Etis
Dalam pernyataannya, MRA menegaskan bahwa yang menjadi persoalan bukan isi atau tuduhan yang disampaikan, melainkan cara penyampaiannya. Menyampaikan informasi kepada publik adalah bagian dari kerja jurnalistik, tetapi harus dilandasi prosedur yang adil, seperti konfirmasi, hak jawab, dan keseimbangan berita.
Alih-alih dilakukan melalui kanal redaksi dengan tata cara resmi, informasi disebarkan melalui akun institusional secara terbuka dan sepihak. Ketika MRA mencoba menghubungi pihak yang diduga bertanggung jawab atas unggahan tersebut, respons yang diterima justru dinilai tidak profesional dan cenderung arogan.
Langkah Formal Melalui Lembaga yang Berwenang
Sebagai upaya menyelesaikan persoalan secara beradab dan proporsional, MRA telah melaporkan kejadian ini melalui jalur resmi, yakni:
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo)
melalui platform aduankonten.id
Kode Dukungan Kominfo: MRFWIQ9
Dewan Pers
sebagai lembaga independen pengawas etik pers
Nomor Pengaduan Dewan Pers: 2506001 (dalam proses penanganan)
Aspek Hukum: Perlindungan Nama Baik dalam Ruang Digital
Laporan tersebut mengacu pada ketentuan:
> Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2024 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), Pasal 27A, yang menyatakan:
“Setiap orang dengan sengaja menyerang kehormatan atau nama baik orang lain dengan cara menuduhkan suatu hal, dengan maksud supaya hal tersebut diketahui umum dalam bentuk Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang dilakukan melalui Sistem Elektronik.”
Dengan demikian, penyampaian informasi yang berpotensi merugikan martabat pribadi tanpa dasar verifikasi dapat dikategorikan sebagai pencemaran nama baik di ruang digital.
Legalitas dan Etika dalam Karier Jurnalistik
Selama menjabat sebagai Kepala Biro, MRA menjalankan tugasnya berdasarkan Surat Tugas dan Kartu Tanda Anggota (KTA) resmi dari BhayangkaraNews24. Ia mengundurkan diri dengan surat resmi dan tanpa konflik terbuka, demi fokus pada pengembangan pribadi dan profesional.
MRA menyatakan bahwa langkah ini bukan upaya untuk membungkam media, melainkan dorongan untuk menempatkan kembali media sebagai ruang informasi yang adil, bukan sebagai sarana serangan personal.
Pernyataan Penutup: Menjaga Martabat Media dan Individu
> “Saya menghargai peran pers dalam demokrasi. Namun, dalam menyampaikan informasi, cara dan niat harus berjalan seimbang. Jika ingin mengoreksi, lakukan dengan komunikasi terbuka. Tapi bila dilakukan secara sepihak dan menyerang, saya berhak menempuh jalur hukum untuk menjaga nama baik saya,” ujar MRA dalam keterangan tertulisnya.
Kesimpulan
Kasus ini mencerminkan pentingnya menjalankan praktik media dengan menjunjung prinsip klarifikasi, verifikasi, dan keberimbangan, sebagaimana diatur dalam Kode Etik Jurnalistik dan UU ITE. Media dan personal harus sama-sama menjunjung adab dalam ruang digital dan tidak mengorbankan etika atas nama kebebasan berekspresi. Proses kini tengah berjalan di Kominfo dan Dewan Pers untuk penyelesaian yang berkeadilan dan bermartabat.