SNN-Medan| Dua wartawan mengalami intimidasi dan penghinaan ketika meliput dugaan kasus penjualan bayi di Jalan Bromo, Gang Sentosa, Kecamatan Medan Area, pada Rabu (24/9/2025).
Peristiwa tersebut dialami oleh Rahmadsyah dan Nezza Syafitri, saat hendak melakukan konfirmasi terkait dugaan praktik ilegal yang disebut melibatkan seorang pria bernama Wenti alias Pipit bersama rekannya.
Dalam kejadian itu, Rahmadsyah mendapat makian dengan kata-kata kasar, sementara Nezza dihina dengan sebutan tidak pantas. Aksi intimidasi dan penghinaan ini diduga diprovokasi oleh seorang perempuan bernama Yuliana, yang disebut sebagai pemilik sebuah klinik.
Rahmadsyah menyampaikan bahwa dirinya hanya menjalankan tugas jurnalistik ketika insiden tersebut terjadi.
“Kami datang untuk melakukan konfirmasi, bukan mencari masalah. Namun malah dihina dan diintimidasi,” ujarnya melalui pesan WhatsApp kepada wartawan, Jum’at (26/9/2025).
Peristiwa tersebut juga sempat diunggah ke akun TikTok pribadi Rahmadsyah (@rahmad-pers) dan menjadi perbincangan publik.
Landasan Hukum
Tindakan intimidasi terhadap wartawan ini jelas bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, antara lain:
Pasal 4: Menjamin kemerdekaan pers serta hak mencari, memperoleh, dan menyebarkan informasi.
Pasal 18 ayat (1): Melarang segala bentuk penghalangan dan intimidasi terhadap kerja jurnalistik.
Selain itu, tindakan intimidasi juga dapat dijerat dengan Pasal 335 KUHP tentang perbuatan tidak menyenangkan atau pengancaman.
Perlindungan Pers
Kasus ini menjadi catatan serius mengenai pentingnya perlindungan terhadap kebebasan pers di Indonesia. Organisasi profesi wartawan diharapkan turut mengawal kasus ini agar tidak terulang kembali.(my)